Friday 25 July 2014

Renungan Kecil, Setelah Pilpres...

Selama dua bulan gw berusaha mingkem untuk gak nulis panjang soal perpolitikan, tapi hari ini gw pengen muntahin semua itu di sini, di blog tempat gw nyampah ini.

Gw cuma orang biasa. Bukan lahir dari keluarga yang gemar berpolitik, tidak berkuliah di jurusan politik, tidak bekerja di bidang politik, gak aktif di kelompok politik, kalaupun dulu gw tergabung dengan Senat Mahasiswa posisi gw ada dibidang yang gak ngurusin politik, dan gw cuma sekali ikutan demo bareng temen-temen BEM UI ke DPR RI nuntut tentang biaya pendidikan, itu juga gw malah selfie. -___-"

Jadi, tulisan gw kali ini yang temanya nyerempet politik hanyalah sebuah opini orang biasa yang mungkin sok tau dan masih gak bener menggunakan EYD.

Back to topic. PILPRES... Ini bukan pilpres pertama buat gw, dari awal NKRI ngadain pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat, gw udah ikut berpartisipasi. Dari mulai putaran pertama 2004 sampai putaran maha dasyat 2014 kemarin. Jadi paling gak masih ada keselip memori tentang pilpres 5 dan 10 tahun yang lalu yang pernah gw ikutin, gw alami sendiri, tanpa embel-embel katanya...

Jelas, pilpres dulu gak seheboh dan sedasyat tahun ini. Awal Pilpres diselenggarakan isu yang beredar gak se-ekstreme sekarang, kalau ada pihak yang kecewa juga gak sehingar-bingar sekarang. Seinget gw pilpres dulu lebih 'aman', meski black campaign tetep ada, isu money politic dan serangan fajar juga udah gak aneh. Media masih cukup fair dan imbang dalam memberitakan masing-masing pasangan ca-preswapres. Yang paling penting dulu social media dan forum-forum berbasis internet masih dikit baik itu jenis maupun penggunanya. Sebut aja tahun 2004, paling laris Friendster, LiveConnector, Hi5, terus ntah gw juga lupa. Kemudian tahun 2009, muncul Facebook, Twitter, Kaskus, terus???

Mungkin kalau ada yang masih punya ingetan maha dasyat di kedua tahun (2004 & 2009) tersebut akan sadar satu hal, bahwa pengguna social media saat itu lebih menata ucapan yang di posting tentang politik. Faktor takut kah? menurut gw gak, lebih ke faktor karena socmed memang dijadikan hiburan dan ajang silaturahmi bukan ajang jualan politik.

Kalaupun ada yang promosi atau ataupun bermuatan black-campaign tentang capres lawan, sungguh bahasanya sangat tertata, tidak mengundang emosi, sehingga yang setuju ataupun tidak setuju dengan pernyataan tersebut juga lebih terjaga lisannya. Kalaupun ada yang nyeleneh dengan menggunakan kata-kata kurang sedap, masih bisa dihitung jari. Itupun ke-nyelenehannya masih tergolong wajar kalau menurut gw. Politikus dadakan juga muncul hanya sesekali, dari golongan garis keras sekelas anak BEM dept. sospol, mahasiswa politik, adm negara, hukum, dll yang memang sebenernya masih dijalur kenegaraan.

Dan memasuki Pilpres 2014... Subhanallah... betapa gw rasanya pengen bawa lem korea (power glue) buat dituang ke mulut dan tangan mereka yang koar-koar di social media. Jujur, gw gak masalah mereka mau kampanye tiap 5 menit sekali di FB, Path, Twitter, BBM, LINE, Whatsapp, itu mah terseraaaaah... Tapi yang bikin gw kesel adalah penggunaan kata-kata yang kasar yang bikin emosi. Seolah kalau gw gak satu pilihan sama mereka gw adalah orang ter-tol*l dan ter-haram untuk dijadikan teman.

Tersebutlah suatu hari, di sebuah group social media, ada dua kubu pendukung 1 dan pendukung 2. Sama-sama berkampanye, sama-sama nyebar isu negatif. Hari itu gw gerah karena salah satu diantara mereka menyerukan kata yang menurut gw gak pantes aja buat diucap. Gw tidak sedang membela capres lawannya, hanya mengingatkan bahwa ucapannya itu bisa nyulut emosi, kalau mau kampanye yang lebih asik biar masuk ke hati orang yang belum menetapkan pilihan. Penyataan gw disampaikan dalam 1 kalimat pendek, yang gak nyampe 5 baris dilayar chat Whatsapp.

Tau responnya apa? gw dimaki-maki meeen... komen 1 kalimat dibales 1 bab, bahkan secara personal dia bilang gw adalah "golongan domba tersesat yang gak bisa diselamatkan" karena membela capres lawannya. o_O Perasaan mah da gak bilang gw dukung capres itu.

Sejak hari itu, gw berusaha diem dan mengamati social media aja, bukan karena gw takut dikatain lagi, tapi gw sadar satu hal. Ada fenomena baru di pilpres kali ini. Ada Tuhan dan Agama Baru yang ditemukan teman-teman gw dan para simpatisan (gw menyebutnya fansboy dan fansgirl). Tuhan itu bernama masing-masing pasangan capreswapres, dan agama baru mereka adalah Politik.

Sadar gak sadar, coba deh perhatiin ketika jagoan mereka diledek sedikit, maka luar biasa marahnya, luar biasa pembelaannya, luar biasa dukungannya, seolah jagoan mereka gak pernah salah, gak pernah dosa, gak pernah ngecewain. Dan ramai-ramai mereka memeluk Politik, ibadah sehari-harinya baca artikel terkait kebaikan jagoan dan keburukan lawan, doanya adalah kampanye lisan berbalut kata-kata provokatif. Bahkan gak tanggung-tanggung ada yang menantang publik dan sang pencipta demi Tuhannya yang baru itu. Sadiis mendekati Sakit.

Dan kemudian gw mulai eneg... emosi gw mulai tersulut. Gw mulai ngerasa ekspektasi mereka akan jagoannya terlalu berlebihan, puncaknya di saat masa tenang, masih aja ada yang kampanye nyinyir bikin sakit jiwa. Gw yang udah kelewat kesel akhirnya posting di Path:

sumber: mein path https://path.com/p/1NzLmj

Andai aja ada rukyah masal, gw pengen banget daftarin mereka yang masih kampanye dengan kata-kata nyinyir. Siapa tau kan gitu abis di rukyah jin-jin nya pada keluar terus mereka insyaf. -___-"

Usai nyoblos ternyata kegilaan ini belum usai, karena masalah Quick Count fansboy dan fansgirl pada nyinyir lagi. Aduuuh itu mulut, boleh dong dikasih lem uhu bentar aja. Okelah si tipi itu memang berbeda, tapi cukup lah postingnya yang lucu-lucu aja gak usah pake kata gobl*k, tol*l, sint*ng, set*n, kaf*r dkk dan kerennya kata-kata kayak gitu keluar dari social media orang yang cukup berpendidikan.

Belum cukup sampai di urusan Quick Count, 22 Juli kemaren socmed heboh lagi karena pengumuman KPU. Lupakan soal Capres No1 yang dinilai emosional karena ngeluarin ultimatum buat KPU dan menarik mundur timnya alias walkout. Lupakan kemenangan Capres No 2 yang mencapai 53%, dengan selisih suara 8jutaan. Kemenangan itu memang layak dirayakan, yang belum menang di pemilu ini pun memang akan terlihat seru kalau sempat mengucapkan selamat terlebih dahulu.

Lagi, fansboy-fansgirl menanggapi ini dengan berlebihan meski gw gak menampik ada yang mengucapkannya biasa saja, ada yang merayakan cukup dengan Alhamdulillah, ada pula yang menyikapi dengan mengucap yasudahlah kalau bukan dia presidennya. Tapi ada juga yang kemudian mencemooh, kembali mengucapkan kata-kata 'keren' mahajuara itu.

Well, kalau yang bilang kata-kata 'keren' itu adalah bocah alay, atau pekerja kasar yang pergaulannya dilingkungan yang *maaf* pendidikannya masih minim, gw akan maklum. Lah ini yang ngomen alumni mahasiswa (bahkan ada yang S2), dosen, karyawan perusahaan bonafid, PNS, dan masih banyak lainnya yang menurut gw harusnya lebih bisa pilah-pilih bahasa.

Tanpa bermaksud sok high-class, gw ngerasa miris aja ngeliat fenomena ini. Tingkat pendidikan yang tinggi itu ternyata gak dibarengi dengan kesopanan yang seharusnya. Dan kemudian masing-masing saling claim bahwa mereka gitu karena kubu sebrang yang memulai. Duh, ini tuh bukan lagi perang macem Israel-Palestine. Atas nama membela diri kirim roket bertubi-tubi, dibales sekali, kemudian diserang lagi.

Kebayang gak kalau yang kelontar dari mulut kita itu roket beneran, sekali nyeplos *Buuum* mati tuh, ntah berapa orang, terus dibales sama kubu sebrang... *buuuummmmm* mati lagi tuh orang-orang disana. Terus aja sampe gak bersisa... setelah itu yang perang negara-negara lain berebut dapetin tanah Indonesia. kalau udah gitu salah siapa? ada gak yang mau salahin diri sendiri, kenapa bisa gampang kebawa emosi ketika teman yang beda pendapat berbicara berlebihan...

Terus berkat perang di dunia maya, siapa yang untung? yang untung ya provider internet, pengelola social media. Berkat kita-kita yang posting berlebihan selama pilpres pendapatan mereka gw rasa naek drastis.

Aah renungan kecil gw terlalu kepanjangan... buat gw, kali ini udah gak penting saling serang antar pendukung. izinkan gw share status dari orang yang gw gak kenal...

sumber: Repath dari pathnya Octa

Buat gw sekarang ada yang lebih penting dari sekedar nyinyir tentang menang-kalah, karena nyinyir cuma nambah dosa, cuma nambah bikin orang sakit hati dan kesel yang bacanya, lebih baik gw berdoa. Doa untuk pemimpin baru, untuk pengganti Pak SBY... doanya cukup gw ucapkan dalam hati, yang lain silahkan ucapkan sendiri masing-masing, karena gw yakin tiap orang punya doa yang berbeda.


Dari gw yang masih tetep orang biasa...
#PilpresUdahLewatMeeen #UdahanBerantemnya #UdahanNyiyirnya #RukyahMasalYuk

No comments:

Post a Comment