Thursday 22 January 2009

How can i stop this???

I Have a big problem!!!

Masalah gue saat ini adalah bagaimana caranya mengendalikan diri gue untuk enggak kalap kalau beli buku.
Entah ya, kalau mayoritas kaum cewek akan kalap kalau liat ada sale baju, sepatu, tas, accessoris dll... gue jutru akan kalap kalau liat ada sale buku.

Gue bisa banget nahan diri buat gak beli all about fashion, although i really want to buy that, although the banner said "sale up 70%". Tapi buat nahan beli buku??? susaaaahhh bangeeettt... ada tulisan "diskon 5%" aja gue udah langsung tergoda dan merasakan tarikan yang kuat untuk membelinya, apalagi kalau lebih???

Buat gue yang belum punya pekerjaan tetap dan hanya bekerja serabutan sebagai freelance designer, hal kayak gini mengganggu banget perekonomian hidup gue. Jujur aja, gue sebenernya pingin banget bisa menghindari godaan strategi marketing bernama SALE.

SALE sebenernya masalah buat hampir semua orang. Kebanyakan orang biasanya suka kalap sendiri kalau denger kata SALE, apalagi kalau yang kena jatah sale itu barang favorit. Pendapat gue ini bukan tanpa sebab, gue ngalamin sendiri soalnya. Belum lagi perilaku-perilaku temen dan keluarga gue kalau tau ada sale.

OK. Sale memang bukan faktor utama seseorang bisa kalap belanja, faktor lainnya adalah kondisi perekonomian diri kita. Kalau lagi punya banyak uang, godaannya banyak banget dah.. For example nih empat bulan kemaren saat gue nerima honor finalis sebuah event, gue menghabiskan itu uang hanya dalam waktu itungan hari. 65% gue abisin buat nambah beli PC baru, sisanya buat gue beli buku bacaan.

Herannya gue selalu menghalalkan diri menghabiskan uang buat beli buku dengan alasan: "Buku bisa nambah wawasan lo, seenggaknya duit lo abisnya buat barang berguna". Sumpah pemikiran gue itu pada akhirnya malah membuat gue lupa untuk menyisihkan uang buat keperluan gue sendiri yang mungkin lebih berguna untuk jangka panjang. Gue suka lupa untuk menyisihkan uang bulanan gue buat ditabungin. Alhasil tabungan gue segitu lagi, segitu lagi. Gak nambah justru berkurang.

Gue udah berusaha membuat jurnal keuangan pribadi gue, nyatet semua pengeluaran dan pemasukan, bikin rancangan anggaran pembelanjaan tiap bulan. Tapi lagi-lagi rancangan itu biasanya akan berubah saat gue masuk toko buku atau saat gue tau ada sale di sebuah toko buku.

Sebenernya gue punya dua rekening di bank buat ngatasin masalah ini. Rekening pertama hanya gue pergunakan untuk nyimpen uang keperluan bulanan gue (termasuk untuk membeli buku), yang artinya tiap bulan tuh rekening pasti nyentuh batas saldo minimum. Rekening kedua (niatnya) gue pergunakan buat tabungan masa depan gue setelah lulus, gue gagh mau aja begitu lulus kuliah masih nyusahin ortu, tapi mentok-mentoknya tiap bulan gue masih aja nakal ambil uang dari rekening itu buat membeli sesuatu. Hal tersebut terjadi saat gue dapet referensi buku bagus or liat sale di toko buku..

So... how can i stop this??? have you solution for my problem???

regrad
rindu_natsukashii-chan

Wednesday 21 January 2009

Besar Pasak Dari Pada Tiang

Aaah Tidaaak Pengeluaran Belanja Buku Semakin dan Semakin Besar :(((

Saturday 17 January 2009

"Tuhan, maafkan aku"

Aku ingin membunuhnya!

Sungguh. Seandainya agamaku menghalalkan seseorang untuk membunuh sesamanya, aku yakin aku telah melakukan itu sejak dulu. Tapi sayangnya menurut agamaku, membunuh itu dosa besar dan aku masih punya rasa takut pada Tuhan.

Lelaki tua tak tahu diri itu sekarang sedang duduk malas di sofa ruang tengah. Tangan kanannya menggenggam sebuah botol berisi cairan yang aromanya menusuk hidungku. Aku menatap lelaki kurang ajar itu dengan penuh kebencian. Sungguh aku ingin membunuhnya sekarang juga!

"Heh, kenapa kamu diam saja hah? kamu mau ini?" tanya lelaki itu seraya menyodorkan botol yang tengah dipegangnya.

"Untuk apa anda pulang kesini?" aku balik bertanya.

Setengah mati aku menahan emosiku saat itu, agar tidak berteriak dan mengusirnya dari rumah ini. Aku tidak ingin membangunkan orang-orang di rumah ini, terutama Bunda.

"Kamu lupa hah? ini rumahku!" ujar lelaki itu, ia meminum sisa minuman keras dibotol itu dengan rakus.

Masih cukup sadar ternyata, buktinya ia masih mampu menjawab pertanyaanku tadi.

"Kami tidak butuh anda disini!" kataku kesal. Lagi-lagi suaraku dibuat setenang mungkin.

"OH YA? INGAT NONA KURANG AJAR, TANPA AKU KALIAN SUDAH TERDAMPAR DI JALANAN JADI GELANDANGAN. Hahaha... iya, jadi gelandangan yang bau, kotor dan mungkin jadi pelacur hahaha... gelandangan dan pelacur!" ujar lelaki itu sambil berteriak-teriak.

"Saya lebih baik jadi gelandang daripada harus hidup dengan LELAKI TIDAK TAHU DIRI SEPERTI ANDA!" aku balas berteriak. Kali ini aku sudah tidak bisa menahan emosiku.

"Shera! Jangan berkata seperti itu pada ayah!" ujar seseorang dari belakang.
Ah Bunda. Sosok wanita yang telah lama aku kagumi ini sekarang ada dihadapanku. Wajahnya kini terlihat lebih tua sepuluh tahun dari usia sebenarnya, aku menatapnya nanar.

"Dia bukan ayahku!" bisikku pelan, namun bunda masih mampu untuk mendengar pernyataanku.

"Dia memang ayah tirimu, tapi itu tidak berarti kamu berhak untuk membentaknya. Sekarang kamu ke kamar, biar bunda yang mengurus ayah!" ujar bunda. Aku hanya mengikuti apa kata bunda, aku tak berani melawannya.

Kulihat dengan penuh kesabaran bunda menuntun lelaki itu menuju kamar. Aku tahu, sebenarnya didalam hatinya bunda menangis dan kecewa akan kelakuan ayah tiriku, tapi Tuhan menganugerahkan kesabaran yang begitu besar pada Bunda. Karena itu, bunda tidak pernah mengeluh, ia tetap menerima ayah tiriku apa adanya.

Tuhan, kuatkan aku dan bunda dalam menghadapi lelaki kurang ajar yang mengaku dirinya sebagai ayah tiriku.

***

Aku mengawali pagi ini dengan bangun terlambat. Pertanda buruk. Begitu aku biasa menamainya bila aku terlambat bangun pagi, jam di ponselku menunjukkan pukul delapan pagi. Aku sudah terlambat masuk kuliah yang seharusnya dimulai pukul setengah delapan. Argh, semua ini karena tadi malam aku tidur sangat larut. Tadi malam aku terlalu serius untuk memikirkan bagaimana caranya agar lelaki tua itu cepat mati.

Lima belas menit selanjutnya aku sudah duduk dimeja makan, bersiap-siap untuk pergi setelah sebelumnya kau menghabiskan selembar roti yang hanya kulapisi dengan selai strawberry dan segelas susu cokelat hangat. Selera makanku sebenarnya hilang ketika melihat lelaki tua itu ada dimeja makan. Kalau bunda tidak memaksaku untuk duduk dan sarapan sebelum aku pergi, aku sudah pasti memilih untuk pergi begitu saja tanpa sarapan.

"Bun, Shera berangkat ya!" ujarku sambil mencium lengan bunda yang duduk disampingku.

"Hati-hati ya sayang, jangan ngebut!" ujar bunda sambil menepuk-nepuk pipiku. Wajahnya memancarkan kasih sayang yang abadi kepadaku, dan setiap kali aku melihat wajah bunda seperti itu keinginanku untuk membunuh lelaki itu semakin besar.

"Ini!" lelaki tua itu tiba-tiba saja menyodorkan kunci mobilnya.

"Saya punya mobil sendiiri, jadi saya tidak butuh kunci mobil anda!" ujarku dengan nada yang dibuat setenang mungkin. Segera berjalan menuju garasi dan mengabaikan sumpah serapah dari mulut lelaki tua itu. Hah, Tuhan tidak akan mengabulkan sumpah serapah dari mu wahai lelaki tua yang kurang ajar dan tidak tahu diri.

Aku menyalakan mesin mobil dan bergegas meninggalkan tempat yang ku beri label rumah tersebut. Dengan penuh emosi kukendarai mobil gila-gilaan, kuhitung-hitung hampir sepuluh kali aku nyaris menabrak orang.

"Oh my Sheratyna Eiffeline. Kemana saja kamu? baru datang jam segini?" ujar dosen Filsafatku begitu aku memasuki kelas.

"Maaf bu, tadi pagi saya bangun terlambat, masih boleh ikut kuliah?" tanyaku ragu-ragu.

"Of course, selama ini saya tidak pernah mempermasalahkan mahasiswa yang datang terlambat!" ujar dosen berparas cantik itu mempersilahkan aku duduk.

Aku duduk dibangku paling depan dan memperhatikan penjelasan materi kuliah hari ini. Sepuluh menit pertama aku masih bisa berkonsentrasi untuk mengikuti kuliah, tapi konsentrasiku buyar ketika aku menerima sms dari Ryan. Kekasihku.

22.07.08 09:35 am
From: RyanQyuSyg
Sher,ak lg di tol mw ke puncak brg ank2 basket.Td ak lyt mbil ayh km, tp dimobil itu ad prmpuan yg qta lyt di pub.Kykny mrk mw prgi k arah puncak jg.

"Anjing!" kataku geram, emosi karena membaca sms itu.

"Any problem miss Shera?" tanya dosenku. mungkin karena ia mendengar umpatan kasar dari mulutku tadi.

"No...No... !" jawabku panik.

Dosen cantik itu mengangguk-angguk dan melanjutkan perkuliahan. Tapi pikiranku berada ditempat lain, segera saja aku membalas sms Ryan.

22.07.08 09:40 am
To: RyanQyuSyg
Yank,tlg ikutin mrka plis!!! pstiin kma mrka prgi,bnran k puncak atw kmna. Nnti ak nysul km!

"Aku enggak masuk kuliah selanjutnya!" ujarku pada Gea, teman sekelasku begitu kuliah selesai.

"Why, are you sick? You look pale?" tanya Gea.

"No... ada masalah penting, its about my fam!" jawabku.

"OK, take care ya Sher. Semoga masalahnya cepat selesai!"

Aku mengangguk. Kami berjalan menelusuri koridor-koridor kampus dan berpisah di koridor gedung 8, Aku menuju parkiran mobil sedangkan Gea menuju gedung 9 untuk mengikuti kuliah selanjutnya.

Langkahku semakin cepat begitu tiba di area parkir. Ku buka pintu mobil yang ku beli dari hasil kerja ku, aku menarik nafas panjang sebelum menyalakan mesin.

"Bunda, semua ini aku lakukan buat Bunda!" kataku dalam hati.

Tak lama aku sudah berada jalan raya keluaaar dari kampus. Ku kendarai mobilku dengan kecepatan sangat tinggi, berharap emosiku ikut tersalurkan.

Perjalanan ini terasa singkat, buktinya aku sudah berada di perempatan menuju puncak. Aku menurunkan kecepatan mobil karena jalanan sedikit macet karena banyak angkutan umum yang berhenti untuk mencari penumpang. Berkat keahlianku untuk menyalip mobil-mobil yang berada didepanku, kini aku sudah bisa lagi menaikkan kecepatan mobil dan kebut-kebutan di area yang justru rawan kecelakaan.

Ku hentikan mobilku beberapa meter dari area yang disebut puncak pass, sesuai dengan intruksi dari Ryan. Di seberang jalan aku melihat Ryan dan teman-teman basketnya sedang duduk-duduk malas di sebuah kedai kopi.

"Yang!" panggilku setengah berteriak dari dalam mobil. Ryan menengok ke arahku, ia kini sedang menyebrangi jalan menemui aku.

"Kamu enggak kenapa-kenapa kan di jalan?" tanya Ryan sambil mengelus-ngelus rambutku.

"Enggak, terus sekarang dimana "laki-laki" itu?" tanyaku agak emosi.

"Kamu tenang dulu ya, istirahat dulu sebentar!" ujar Ryan berusaha menenangkanku.

"Enggak. Mana bisa aku tenang, sementara laki-laki itu asyik selingkuh dengan pelacur murahan!"

"Kamu harus tenang dulu Sher, jangan sampai kamu bertindak bodoh!" Ryan lagi-lagi mengingatkanku.

"Tapi...!"

"OK-OK, kalau gitu biar aku yang tunjukin dimana mereka sekarang. Aku enggak mau kamu berangkat sendirian!" ujar Ryan. Aku mengangguk setuju.

Ryan menunjukkan sebuah motel kecil tak jauh dari kedai kopi tersebut. Emosiku semakin tak terkendali mana kala ku lihat mobil ayah tiriku ada di parkiran motel tersebut, tak tahu apa yang ayah tiriku lakukan didalam sana. Aku ingin menangis, tapi air mataku terlalu berharga untuk menangis lelaki macam dia. Lelaki yang mengkhianati cinta Bunda yang begitu tulus.

Aku dan Ryan hanya diam dan menunggu mereka keluar dari motel tersebut. Cukup lama kami menunggu dua orang hina itu keluar dari motel, dan Ryan dengan sabar menemaniku.

"Sher, mereka keluar Sher!" ujar Ryan.

Jantungku berdetak dengan kencang. Ya, itu memang ayah tiriku. Dia bersama perempuan berpakaian ketat dan serba mini. Aku jijik melihatnya, ia memeluk perempuan murahan itu dengan mesra, mencium keningnya dan membelai-belai rambutnya. Mereka kini masuk kedalam mobil dan tampaknya mereka akan segera meninggalkan motel.

Dugaanku tepat. Mereka meninggalkan tempat laknat itu. Aku kembali menyalakan mobil dan mengikuti mereka. Mobil laki-laki itu kini berada tepat didepanku, hasratku untuk menabrakkan mobil semakin kuat.

"Pakai sabuk pengaman kamu Yank!" ujarku emosi.

"Kamu mau ngapain Sher?"

"Udah lah, just do what i say!" kataku kesal. Ryan menurut, karena percuma saja kalau ia membantah.

Jarak antara mobilku dengan mobi lelaki itu hanya terpaut 3 meter saja. Dengan penuh emosi dan amarah yang begitu besar aku menabrakkan mobilku, tak peduli itu bisa berakibat fatal bagiku.

"Heh keluar dari mobil!" teriakku begitu ayah tiriku menurunkan kecepatan mobilnya.

Tapi ia tidak menggubrisku, ia malah menaikkan laju mobil.

"Anjing, cari mati ni orang!" bentakku kasar.

"Sher, jangan kebawa emosi Sher, bahaya!" ujar Ryan.

"Aku harus buat perhitungan sama dia Yank!" ujarku.

"Tapi enggak gini caranya Sher!"

Aku tidak mendengarkan apa kata Ryan, dengan emosi tingkat tinggi aku kembali mengemudikan mobil dan menabrakkannya ke bagian belakang mobil ayah tiriku. Aku yakin didalam mobil sana, ia mengumpat dan mengutukku. Who care?

Aksi tabrak-tabrakan itu terus berlangsung, hingga sebuah tikungan tajam sedang menanti kami didepan sana. Aku tak lagi peduli dengan keselamatanku. Saat ini aku hanya ingin membalaskan rasa kecewa dan sakit hati yang dirasakan oleh aku dan Bunda. Hanya itu!

Baru saja aku hendak melakukan aksi menabrakkan mobil lagi, sebuah truk besar muncul didepan mobil ayah tiriku. Reflek, aku membanting stir menghindari tabrakan yang akan menimpaku. Membuat aku dan Ryan terbentur kaca mobil, tapi kami selamat. Hanya perlu beberapa detik ketika aku menyadari mobil yang dikendarai ayah tiriku terhempas ke sisi kanan jalan, kondisi mobilnya tidak bisa dikatakan baik. Aku bisa melihat dengan jelas pecahan-pecahan mobil ayah tiriku, siapapun dipastikan tidak akan keluar dalam keadaan hidup dari mobil itu.

Entahlah, aku merasa puas telah melakukan ini semua. Akhirnya lelaki itu bisa merasakan penderitaan bunda. Aku tersenyum sangat puas.

Tuhan, maafkan aku. Mungkin semua ini salahku, tapi aku harus menghukumnya... dia pantas mendapatkan ini semua.

Bunda, tidak ada lagi yang akan menyakiti dan membuat bunda menangis. Lelaki itu sudah pergi bunda. Kita bisa hidup lebih tenang lagi!