Tuesday 17 November 2009

Mencari Keberanian

Wah udah lama juga gue nggak update multiply, males+nggak sempet online.hha Yuuuk ah mulai nulis lagi...

Beberapa bulan yang lalu, gue baca sebuah cerpen judulnya Mencintaimu Dalam Diam (Gue lupa siapa yang nulis, tapi ini ada di buku kumpulan surat cinta -Kepada Cinta: True Love Keeps No Secret- terbitan gagas media).

cerpen tersebut sebenernya simple, tapi gue merasa ada kata-kata yang sangat gue banget. Kata-kata yang sangat menggambarkan keadaan gue dan mungkin keadaan orang-orang bernasib sama,

"...alangkah rumitnya manusia, hanya untuk mngekspresikan kasih sayang saja harus melalui banyak tahap dalam pikiran. Terkadang, mereka menyiksa diri dengan diam dan menyerah, bertanya-tanya dimanakah keberanian akan ditemukan?
"

Gue mengulangi kata-kata itu, dan menemukan kesamaan antara apa yang diutarakan oleh si penulis dengan apa yang gue alami.

Ya! Gue memilih diam dan menyerah. Diam dan tidak berterus terang kepada dia yang selama satu tahun terakhir ini udah berhasil membuat gue kembali merasakan pahit-manisnya jatuh cinta. Gue yang awalnya hanya berusaha menghindari perasaan itu, sekarang malah semakin terjebak dalam perasaan itu. Terjebak dan bingung gimana cara keluarnya.

Yang saat ini gue lakukan adalah mencari keberanian, keberanian untuk mengungkapkan apa yang gue rasakan secara tersurat,bukan lagi tersirat. (Karena ni cowok kelewat gak nyadarnya).hiks. Gue nggak mau kayak gini terus-terusan, gue ingin dia pada akhirnya tau, bahwa gue yang bukan siapa-siapa ini dengan sangat beraninya udah menyukai dia.

Ahh... tapi gue nggak tau kapan keberanian itu muncul, karena seiring berjalannya waktu yang udah kami lewatin bersama, gue bukannya semakin yakin untuk bilang, tapi justru semakin yakin untuk membiarkan perasaan ini hanya gue simpan sendiri.

Dari Sini

Dari sini aku melihatnya,
dari sebuah sudut yang tak pernah dia sadari.

Dari sini aku mengaguminya,
mencuri pandang berharap dia tak mengetahui.

Dari sini aku sadar,
dia berbeda dengan yang lain

Ia tak hanya tawarkan setitik harapan, tapi lebih dari itu.

Ia buat aku mengerti untuk apa aku ada disini?
Bukankah kita ada untuk saling berbagi.

Mungkin berbagi harapan yang baru..

Hari ini aku memandangi kamu lagi. Dari sini.
Dari Hati ini.

-to another R-

Sunday 14 June 2009

You

You...
You came into my life unexpectedly,

and everything took a turn for the better, 
your warm eyes, your laugh... 
the sincere way you speak, and the kindness you showed me, 
all became a part of my life, as you unfolded your self to me. 
I discovered more and more beauty. 
I have never seen so much gentleness in one person,
without even knowing it, 

you were slowly making a place in my heart. 
It used to seem so hard at times to feel close in a relationship. 
But it is so easy to feel close to you, 
i can't tell you how nice that feels. 
I had never known what it means to be loved, 
until i was loved by "YOU"

-to Another R-

Wednesday 8 April 2009

Ini juga salah gue kok!!!

Mungkin emosi gue saat ini lagi labil... Terlalu labil malah...

Terlalu banyak hal2 yang mengganggu pikiran gue, masalah kuliah, kerjaan, orang2 dari masa lalu, orang2 dimasa kini dan lainnya...

Ya... mungkin hari ini adalah akumulasi kepenatan gue, kekesalan gue...
Maka ketika ada hal kecil yang memancing gue untuk emosi, emosi gue jadi meluap-luap.

Gak... mereka gak salah, mereka hanya terseret dengan terpaksa dalam lingkaran setan yang lagi bikin otak gue stress... gue bold dan italic-in ya. Terseret dengan terpaksa.

Becandaannya Saga yang biasanya gue tanggapin dengan fun pun, tadi kerasa nyebelin banget... Padahal ada becandaan lain yang biasanya dia lakuin yang jauh lebih kurang sopan.
Tapi ya itu tadi, gue lagi berada dalam puncak kepenatan. Maka masalah kecilpun bisa jadi masalah besar...

Gue tiba-tiba merasa jenuh dengan kesabaran gue sendiri...
Gue tiba-tiba merasa sangat lelah untuk menghadapi orang2 dengan ego tinggi -yang ternyata ego gue jauh lebih tinggi-
Gue tiba-tiba merasa sangat terinjak-injak dengan segala macam tuduhan gagh beres yang gue sendiri gagh abis pikir kenapa harus gue yang kena? padahal gue gagh pernah terlibat apapun
Gue tiba-tiba merasa sangat tidak dihargai...

So... seperti itulah gue tadi saat emosinya meledak...

Maaf kalau hari ini ada orang2 tak bersalah yang kena semprot gue, yang kena marah-marah gue...
Maaf kalau hari ini tampang gue enggak ngenakin banget...
Maaf kalau hari ini gue enggak bisa ngendaliin emosi kayak biasanya...

Maaf... gue bener2 minta maaf...

Kepada Kamu Dengan Penuh Kebencian

Eehh.... gue baru aja baca post-nya Raditya Dika a.k.a si Kambing Jantan.. baguuus dehhh... baca ya!!!

Kepada kamu,
Dengan penuh kebencian. (Raditya Dika)

Aku benci jatuh cinta. Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu, tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak, selalu menebak-nebak. Aku benci deg-degan menunggu kamu online. Dan di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.

Aku benci terkejut melihat SMS kamu nongol di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, menghapusnya, memikirkan kata demi kata. Aku benci ketika jatuh cinta, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan kamu. Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi, aku tidak bisa menawar, ya?

Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah pertanyaan kamu itu sekadar pancingan atau retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri? Apakah kepalamu yang kamu senderkan di bahuku kemarin hanya gesture biasa, atau ada maksud lain, atau aku yang-sekali lagi-salah mengartikan dengan penuh percaya diri?

Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa pasrah, gelisah. Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman, tanpa harus tidur. Cukup begini saja.

Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu ke sisi kepalaku, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu di handycam yang sedang aku pegang. Oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernapas, aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. Aku benci aku harus sadar atas semua kecanggungan itu…, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, “Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common,” harus dimentahkan oleh hati yang berkata, “Jangan hiraukan logikamu.”

Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku, bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.

Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan…

aku takut sendirian.

*Tulisan ini terdapat dalam buku Kepada Cinta (Gagasmedia, 2009), buku kumpulan surat cinta dari berbagai macam penulis. Selain memuat 25 cinta para pemenang Sayembara Menulis Surat Cinta GagasMedia 2008, ada juga surat cinta dari Adhitya Mulya, Christian Simamora, Andi Eriawan, Ita Sembiring dan penulis lainnya. :D

Sunday 15 March 2009

Tentang kamu...

Bagiku... kamu seorang ksatria...
selalu ada dan selalu melindungiku ketika aku merasa takut
Bagiku... kamu seorang ilmuwan...
selalu berhasil menemukan formula untuk membuatku merasa bahagia
Kamu adalah seorang pangeran...
selalu ku nantikan kehadirannya dimanapun...
Kamu juga seorang dokter...
selalu mengobati perasaanku yang terluka karena orang-orang diluar sana...

Tapi kamu juga seorang aktor...
yang selalu bisa menyembunyikan semua kebohongan dengan rapi...
bersembunyi dibalik topeng manismu,
tanpa pernah aku tau apa semua rasa ini nyata atau palsu!!!

Wednesday 25 February 2009

Benci untuk mengakuinya...

Tuhan... mengapa rasa ini tak juga hilang dari hatiku?
mengapa sampai detik ini aku masih selalu menyayanginya?
mengapa aku selalu bisa memaafkannya...

Tuhan... mengapa tak bisa aku melupakan bayang itu dari hatiku?
mengapa selalu ada tempat yang aku sediakan untuknya?
sungguhkah aku mencintainya???

Arghhh...
Kamu!!! kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan padaku?
meninggalkan sedikit rasa cinta dan setumpuk rasa sakit...
Tapi kamu lihat sekarang?
Aku tetap memaafkanmu... tetap menunggumu...
meski aku tahu memiliki mu kembali hanyalah angan...

Aku ingin kamu pergi dari hatiku...
aku ingin melupakan semua kenangan ini...
berharap tuhan mengirimkan seseorang yang bisa membuatku kembali tertawa dan bahagia...
sebelum kamu datang dan menorehkan luka dalam hatiku...

Aku benci!!!
benci untuk mengakui bahwa aku masih mencintai...
mencintai sosok itu...
sosok yang mampu membuatku tertawa hanya dengan mendengar suaranya...

Tuhaaannnn...
kirimkan seseorang malaikat untuk menghapus rasa sakit ini,
untuk menghibur dan memelukku erat ketika air mata ini jatuh karena mengingatnya...

Thursday 22 January 2009

How can i stop this???

I Have a big problem!!!

Masalah gue saat ini adalah bagaimana caranya mengendalikan diri gue untuk enggak kalap kalau beli buku.
Entah ya, kalau mayoritas kaum cewek akan kalap kalau liat ada sale baju, sepatu, tas, accessoris dll... gue jutru akan kalap kalau liat ada sale buku.

Gue bisa banget nahan diri buat gak beli all about fashion, although i really want to buy that, although the banner said "sale up 70%". Tapi buat nahan beli buku??? susaaaahhh bangeeettt... ada tulisan "diskon 5%" aja gue udah langsung tergoda dan merasakan tarikan yang kuat untuk membelinya, apalagi kalau lebih???

Buat gue yang belum punya pekerjaan tetap dan hanya bekerja serabutan sebagai freelance designer, hal kayak gini mengganggu banget perekonomian hidup gue. Jujur aja, gue sebenernya pingin banget bisa menghindari godaan strategi marketing bernama SALE.

SALE sebenernya masalah buat hampir semua orang. Kebanyakan orang biasanya suka kalap sendiri kalau denger kata SALE, apalagi kalau yang kena jatah sale itu barang favorit. Pendapat gue ini bukan tanpa sebab, gue ngalamin sendiri soalnya. Belum lagi perilaku-perilaku temen dan keluarga gue kalau tau ada sale.

OK. Sale memang bukan faktor utama seseorang bisa kalap belanja, faktor lainnya adalah kondisi perekonomian diri kita. Kalau lagi punya banyak uang, godaannya banyak banget dah.. For example nih empat bulan kemaren saat gue nerima honor finalis sebuah event, gue menghabiskan itu uang hanya dalam waktu itungan hari. 65% gue abisin buat nambah beli PC baru, sisanya buat gue beli buku bacaan.

Herannya gue selalu menghalalkan diri menghabiskan uang buat beli buku dengan alasan: "Buku bisa nambah wawasan lo, seenggaknya duit lo abisnya buat barang berguna". Sumpah pemikiran gue itu pada akhirnya malah membuat gue lupa untuk menyisihkan uang buat keperluan gue sendiri yang mungkin lebih berguna untuk jangka panjang. Gue suka lupa untuk menyisihkan uang bulanan gue buat ditabungin. Alhasil tabungan gue segitu lagi, segitu lagi. Gak nambah justru berkurang.

Gue udah berusaha membuat jurnal keuangan pribadi gue, nyatet semua pengeluaran dan pemasukan, bikin rancangan anggaran pembelanjaan tiap bulan. Tapi lagi-lagi rancangan itu biasanya akan berubah saat gue masuk toko buku atau saat gue tau ada sale di sebuah toko buku.

Sebenernya gue punya dua rekening di bank buat ngatasin masalah ini. Rekening pertama hanya gue pergunakan untuk nyimpen uang keperluan bulanan gue (termasuk untuk membeli buku), yang artinya tiap bulan tuh rekening pasti nyentuh batas saldo minimum. Rekening kedua (niatnya) gue pergunakan buat tabungan masa depan gue setelah lulus, gue gagh mau aja begitu lulus kuliah masih nyusahin ortu, tapi mentok-mentoknya tiap bulan gue masih aja nakal ambil uang dari rekening itu buat membeli sesuatu. Hal tersebut terjadi saat gue dapet referensi buku bagus or liat sale di toko buku..

So... how can i stop this??? have you solution for my problem???

regrad
rindu_natsukashii-chan

Wednesday 21 January 2009

Besar Pasak Dari Pada Tiang

Aaah Tidaaak Pengeluaran Belanja Buku Semakin dan Semakin Besar :(((

Saturday 17 January 2009

"Tuhan, maafkan aku"

Aku ingin membunuhnya!

Sungguh. Seandainya agamaku menghalalkan seseorang untuk membunuh sesamanya, aku yakin aku telah melakukan itu sejak dulu. Tapi sayangnya menurut agamaku, membunuh itu dosa besar dan aku masih punya rasa takut pada Tuhan.

Lelaki tua tak tahu diri itu sekarang sedang duduk malas di sofa ruang tengah. Tangan kanannya menggenggam sebuah botol berisi cairan yang aromanya menusuk hidungku. Aku menatap lelaki kurang ajar itu dengan penuh kebencian. Sungguh aku ingin membunuhnya sekarang juga!

"Heh, kenapa kamu diam saja hah? kamu mau ini?" tanya lelaki itu seraya menyodorkan botol yang tengah dipegangnya.

"Untuk apa anda pulang kesini?" aku balik bertanya.

Setengah mati aku menahan emosiku saat itu, agar tidak berteriak dan mengusirnya dari rumah ini. Aku tidak ingin membangunkan orang-orang di rumah ini, terutama Bunda.

"Kamu lupa hah? ini rumahku!" ujar lelaki itu, ia meminum sisa minuman keras dibotol itu dengan rakus.

Masih cukup sadar ternyata, buktinya ia masih mampu menjawab pertanyaanku tadi.

"Kami tidak butuh anda disini!" kataku kesal. Lagi-lagi suaraku dibuat setenang mungkin.

"OH YA? INGAT NONA KURANG AJAR, TANPA AKU KALIAN SUDAH TERDAMPAR DI JALANAN JADI GELANDANGAN. Hahaha... iya, jadi gelandangan yang bau, kotor dan mungkin jadi pelacur hahaha... gelandangan dan pelacur!" ujar lelaki itu sambil berteriak-teriak.

"Saya lebih baik jadi gelandang daripada harus hidup dengan LELAKI TIDAK TAHU DIRI SEPERTI ANDA!" aku balas berteriak. Kali ini aku sudah tidak bisa menahan emosiku.

"Shera! Jangan berkata seperti itu pada ayah!" ujar seseorang dari belakang.
Ah Bunda. Sosok wanita yang telah lama aku kagumi ini sekarang ada dihadapanku. Wajahnya kini terlihat lebih tua sepuluh tahun dari usia sebenarnya, aku menatapnya nanar.

"Dia bukan ayahku!" bisikku pelan, namun bunda masih mampu untuk mendengar pernyataanku.

"Dia memang ayah tirimu, tapi itu tidak berarti kamu berhak untuk membentaknya. Sekarang kamu ke kamar, biar bunda yang mengurus ayah!" ujar bunda. Aku hanya mengikuti apa kata bunda, aku tak berani melawannya.

Kulihat dengan penuh kesabaran bunda menuntun lelaki itu menuju kamar. Aku tahu, sebenarnya didalam hatinya bunda menangis dan kecewa akan kelakuan ayah tiriku, tapi Tuhan menganugerahkan kesabaran yang begitu besar pada Bunda. Karena itu, bunda tidak pernah mengeluh, ia tetap menerima ayah tiriku apa adanya.

Tuhan, kuatkan aku dan bunda dalam menghadapi lelaki kurang ajar yang mengaku dirinya sebagai ayah tiriku.

***

Aku mengawali pagi ini dengan bangun terlambat. Pertanda buruk. Begitu aku biasa menamainya bila aku terlambat bangun pagi, jam di ponselku menunjukkan pukul delapan pagi. Aku sudah terlambat masuk kuliah yang seharusnya dimulai pukul setengah delapan. Argh, semua ini karena tadi malam aku tidur sangat larut. Tadi malam aku terlalu serius untuk memikirkan bagaimana caranya agar lelaki tua itu cepat mati.

Lima belas menit selanjutnya aku sudah duduk dimeja makan, bersiap-siap untuk pergi setelah sebelumnya kau menghabiskan selembar roti yang hanya kulapisi dengan selai strawberry dan segelas susu cokelat hangat. Selera makanku sebenarnya hilang ketika melihat lelaki tua itu ada dimeja makan. Kalau bunda tidak memaksaku untuk duduk dan sarapan sebelum aku pergi, aku sudah pasti memilih untuk pergi begitu saja tanpa sarapan.

"Bun, Shera berangkat ya!" ujarku sambil mencium lengan bunda yang duduk disampingku.

"Hati-hati ya sayang, jangan ngebut!" ujar bunda sambil menepuk-nepuk pipiku. Wajahnya memancarkan kasih sayang yang abadi kepadaku, dan setiap kali aku melihat wajah bunda seperti itu keinginanku untuk membunuh lelaki itu semakin besar.

"Ini!" lelaki tua itu tiba-tiba saja menyodorkan kunci mobilnya.

"Saya punya mobil sendiiri, jadi saya tidak butuh kunci mobil anda!" ujarku dengan nada yang dibuat setenang mungkin. Segera berjalan menuju garasi dan mengabaikan sumpah serapah dari mulut lelaki tua itu. Hah, Tuhan tidak akan mengabulkan sumpah serapah dari mu wahai lelaki tua yang kurang ajar dan tidak tahu diri.

Aku menyalakan mesin mobil dan bergegas meninggalkan tempat yang ku beri label rumah tersebut. Dengan penuh emosi kukendarai mobil gila-gilaan, kuhitung-hitung hampir sepuluh kali aku nyaris menabrak orang.

"Oh my Sheratyna Eiffeline. Kemana saja kamu? baru datang jam segini?" ujar dosen Filsafatku begitu aku memasuki kelas.

"Maaf bu, tadi pagi saya bangun terlambat, masih boleh ikut kuliah?" tanyaku ragu-ragu.

"Of course, selama ini saya tidak pernah mempermasalahkan mahasiswa yang datang terlambat!" ujar dosen berparas cantik itu mempersilahkan aku duduk.

Aku duduk dibangku paling depan dan memperhatikan penjelasan materi kuliah hari ini. Sepuluh menit pertama aku masih bisa berkonsentrasi untuk mengikuti kuliah, tapi konsentrasiku buyar ketika aku menerima sms dari Ryan. Kekasihku.

22.07.08 09:35 am
From: RyanQyuSyg
Sher,ak lg di tol mw ke puncak brg ank2 basket.Td ak lyt mbil ayh km, tp dimobil itu ad prmpuan yg qta lyt di pub.Kykny mrk mw prgi k arah puncak jg.

"Anjing!" kataku geram, emosi karena membaca sms itu.

"Any problem miss Shera?" tanya dosenku. mungkin karena ia mendengar umpatan kasar dari mulutku tadi.

"No...No... !" jawabku panik.

Dosen cantik itu mengangguk-angguk dan melanjutkan perkuliahan. Tapi pikiranku berada ditempat lain, segera saja aku membalas sms Ryan.

22.07.08 09:40 am
To: RyanQyuSyg
Yank,tlg ikutin mrka plis!!! pstiin kma mrka prgi,bnran k puncak atw kmna. Nnti ak nysul km!

"Aku enggak masuk kuliah selanjutnya!" ujarku pada Gea, teman sekelasku begitu kuliah selesai.

"Why, are you sick? You look pale?" tanya Gea.

"No... ada masalah penting, its about my fam!" jawabku.

"OK, take care ya Sher. Semoga masalahnya cepat selesai!"

Aku mengangguk. Kami berjalan menelusuri koridor-koridor kampus dan berpisah di koridor gedung 8, Aku menuju parkiran mobil sedangkan Gea menuju gedung 9 untuk mengikuti kuliah selanjutnya.

Langkahku semakin cepat begitu tiba di area parkir. Ku buka pintu mobil yang ku beli dari hasil kerja ku, aku menarik nafas panjang sebelum menyalakan mesin.

"Bunda, semua ini aku lakukan buat Bunda!" kataku dalam hati.

Tak lama aku sudah berada jalan raya keluaaar dari kampus. Ku kendarai mobilku dengan kecepatan sangat tinggi, berharap emosiku ikut tersalurkan.

Perjalanan ini terasa singkat, buktinya aku sudah berada di perempatan menuju puncak. Aku menurunkan kecepatan mobil karena jalanan sedikit macet karena banyak angkutan umum yang berhenti untuk mencari penumpang. Berkat keahlianku untuk menyalip mobil-mobil yang berada didepanku, kini aku sudah bisa lagi menaikkan kecepatan mobil dan kebut-kebutan di area yang justru rawan kecelakaan.

Ku hentikan mobilku beberapa meter dari area yang disebut puncak pass, sesuai dengan intruksi dari Ryan. Di seberang jalan aku melihat Ryan dan teman-teman basketnya sedang duduk-duduk malas di sebuah kedai kopi.

"Yang!" panggilku setengah berteriak dari dalam mobil. Ryan menengok ke arahku, ia kini sedang menyebrangi jalan menemui aku.

"Kamu enggak kenapa-kenapa kan di jalan?" tanya Ryan sambil mengelus-ngelus rambutku.

"Enggak, terus sekarang dimana "laki-laki" itu?" tanyaku agak emosi.

"Kamu tenang dulu ya, istirahat dulu sebentar!" ujar Ryan berusaha menenangkanku.

"Enggak. Mana bisa aku tenang, sementara laki-laki itu asyik selingkuh dengan pelacur murahan!"

"Kamu harus tenang dulu Sher, jangan sampai kamu bertindak bodoh!" Ryan lagi-lagi mengingatkanku.

"Tapi...!"

"OK-OK, kalau gitu biar aku yang tunjukin dimana mereka sekarang. Aku enggak mau kamu berangkat sendirian!" ujar Ryan. Aku mengangguk setuju.

Ryan menunjukkan sebuah motel kecil tak jauh dari kedai kopi tersebut. Emosiku semakin tak terkendali mana kala ku lihat mobil ayah tiriku ada di parkiran motel tersebut, tak tahu apa yang ayah tiriku lakukan didalam sana. Aku ingin menangis, tapi air mataku terlalu berharga untuk menangis lelaki macam dia. Lelaki yang mengkhianati cinta Bunda yang begitu tulus.

Aku dan Ryan hanya diam dan menunggu mereka keluar dari motel tersebut. Cukup lama kami menunggu dua orang hina itu keluar dari motel, dan Ryan dengan sabar menemaniku.

"Sher, mereka keluar Sher!" ujar Ryan.

Jantungku berdetak dengan kencang. Ya, itu memang ayah tiriku. Dia bersama perempuan berpakaian ketat dan serba mini. Aku jijik melihatnya, ia memeluk perempuan murahan itu dengan mesra, mencium keningnya dan membelai-belai rambutnya. Mereka kini masuk kedalam mobil dan tampaknya mereka akan segera meninggalkan motel.

Dugaanku tepat. Mereka meninggalkan tempat laknat itu. Aku kembali menyalakan mobil dan mengikuti mereka. Mobil laki-laki itu kini berada tepat didepanku, hasratku untuk menabrakkan mobil semakin kuat.

"Pakai sabuk pengaman kamu Yank!" ujarku emosi.

"Kamu mau ngapain Sher?"

"Udah lah, just do what i say!" kataku kesal. Ryan menurut, karena percuma saja kalau ia membantah.

Jarak antara mobilku dengan mobi lelaki itu hanya terpaut 3 meter saja. Dengan penuh emosi dan amarah yang begitu besar aku menabrakkan mobilku, tak peduli itu bisa berakibat fatal bagiku.

"Heh keluar dari mobil!" teriakku begitu ayah tiriku menurunkan kecepatan mobilnya.

Tapi ia tidak menggubrisku, ia malah menaikkan laju mobil.

"Anjing, cari mati ni orang!" bentakku kasar.

"Sher, jangan kebawa emosi Sher, bahaya!" ujar Ryan.

"Aku harus buat perhitungan sama dia Yank!" ujarku.

"Tapi enggak gini caranya Sher!"

Aku tidak mendengarkan apa kata Ryan, dengan emosi tingkat tinggi aku kembali mengemudikan mobil dan menabrakkannya ke bagian belakang mobil ayah tiriku. Aku yakin didalam mobil sana, ia mengumpat dan mengutukku. Who care?

Aksi tabrak-tabrakan itu terus berlangsung, hingga sebuah tikungan tajam sedang menanti kami didepan sana. Aku tak lagi peduli dengan keselamatanku. Saat ini aku hanya ingin membalaskan rasa kecewa dan sakit hati yang dirasakan oleh aku dan Bunda. Hanya itu!

Baru saja aku hendak melakukan aksi menabrakkan mobil lagi, sebuah truk besar muncul didepan mobil ayah tiriku. Reflek, aku membanting stir menghindari tabrakan yang akan menimpaku. Membuat aku dan Ryan terbentur kaca mobil, tapi kami selamat. Hanya perlu beberapa detik ketika aku menyadari mobil yang dikendarai ayah tiriku terhempas ke sisi kanan jalan, kondisi mobilnya tidak bisa dikatakan baik. Aku bisa melihat dengan jelas pecahan-pecahan mobil ayah tiriku, siapapun dipastikan tidak akan keluar dalam keadaan hidup dari mobil itu.

Entahlah, aku merasa puas telah melakukan ini semua. Akhirnya lelaki itu bisa merasakan penderitaan bunda. Aku tersenyum sangat puas.

Tuhan, maafkan aku. Mungkin semua ini salahku, tapi aku harus menghukumnya... dia pantas mendapatkan ini semua.

Bunda, tidak ada lagi yang akan menyakiti dan membuat bunda menangis. Lelaki itu sudah pergi bunda. Kita bisa hidup lebih tenang lagi!