Saturday 4 February 2012

Cukup Sekian...

Dia muncul begitu saja di kota ini, tiba-tiba. Dengan setangkai mawar putih di tangan kanannya, dan cokelat merk eropa di tangan kirinya. Mengumbar senyum manis yang dibuat-buat, dia menyerahkan kedua benda itu. Pada saya.

"Ini cokelatnya halal?" pertanyaan bodoh yang terlontar dari pikiran yang sedang konslet.
"Kabar gue baik!" jawaban yang kelewat gak nyambung. -_-"
"Gue gak nanya kabar lo!"

Diam. Hening. Cokelat dan Mawar itu ada di tangan saya.

"Jauh-jauh gue dateng dan lo malah tanya cokelat ini halal atau gak? Sadis!"
"Jauh-jauh lo dateng lintas benua ke kota ini, dan lo cuma bawa cokelat sama bunga? di Indonesia juga buanyak. Pelit!" *dicekek* *dilemparbata* *ditabrak*

Orang didepan saya ini cuma ketawa sambil ngaduk-ngaduk mocha float-nya.

"Kan lo suka cokelat!"
"Tapi gue lebih suka lo bawain gue bule!"
"Bule keteknya bau!"
"Emang gue minta lo bawain bule buat gue hirup aroma keteknya?"

Lagi-lagi dia cuma ketawa. Gak kreatip.

"Kenapa gue gak boleh ke rumah lo?"
"Karena gue gak mau, lo disangka cowo gue!"
"Mentang-mentang gue udah bukan cowo lo!"
"Emang gue pernah anggap lo cowo gue?" *dicekeklagi*
"Emang gue kurang ganteng ya buat jadi cowo lo!"
"Justru lo kegantengan buat jadi cowo gue, orang2 bisa nyangka gue babu lo majikan"
"..."
"..."
"Atau gue kurang pinter ya?"
"Heh lo ngeledek? Lo cumlaude, beasiswa s2 pula. Gue? D3 aja lulusnya sambil mewek2"
"..."
"..."
"Lo takut ya gue dijahatin si ***** kayak dia jahatin semua gebetan lo?"
"Perjanjian bodoh gue udah mau selesai akhir bulan ini. Lagi pula gue yakin lo pasti bisa hadapin dia, lo kan SAHABAT dia"
"..."
"..."
"Lo takut cowo ya?" #jleb.

Hening. Dia masih maenin mocha float-nya, saya mulai motekin kelopak bunganya *boong saya gak sejahat itulah*. Dia cuma senyum, liatin jalanan yang lagi macet dari lantai dua restoran fastfood.

"Kenapa lo gak bisa terima gue sih?"

Tarik nafas. Okelah kalau dia masih gak sadar juga, waktunya ingetin dia.

"Same reason..."
"What?"
"Karena lo pernah ninggalin orang lain demi gue, kalau lo pernah ninggalin seseorang untuk orang yang baru, maka gue harus siap jika suatu hari nanti lo juga akan meninggalkan gue demi orang yang baru lagi. Meskipun kata lo hubungan lo dan dia udah gak baik-baik aja, udah gak bisa dipertahanin, tapi pointnya adalah lo meninggalkan orang lain demi orang yang baru. Gue gak pernah mau kasus kayak gitu terulang sama gue!"

Saya diam, baru kali ini saya ngerasa sangat yakin dengan keputusan saya soal lope-lopean. Gak pernah seyakin ini. Lelaki dihadapan saya juga diem. Entah karena bingung atau karena udah gak tahan pengen juntrungin saya dari lantai dua.

Dia selalu menjadi lelaki tiba-tiba buat gue. Lelaki yang tiba-tiba muncul diketerpurukan saya ngadapin masalah dengan si psikopat sableng, lelaki yang tiba-tiba bilang gue sayang lo padahal statusnya masih in relationship, lelaki yang juga tiba-tiba pamitan pergi karena dapet beasiswa lagi di benua sana, dan hari ini dia menjadi lelaki yang tiba-tiba telpon dan bilang gue dikota lo lhoo. -_-"

"Kenapa sih stigma lo soal cowo itu picik banget? kan gak semuanya jahat"
"Iyah gak semuanya jahat, guenya aja yang apes ketemu cowo brengsek terus ya?"
"Emang gue brengsek?"
"Cowo brengsek cenderung gak ngerasa dirinya brengsek!"

Saya tau dari bola matanya yang hitam sempurna, dia sedang menyumpah serapahi saya. Tapi saya harus sekejam itu. Karena pilihannya hanya dua. Membiarkan saya kembali mengulang kisah lama (baca: diselingkuhi ujung2nya) atau berada di zona aman dengan berteman seperti ini saja.

Kami diam, terlalu lama diam, dan terlalu banyak diam dipertemuan tiba-tiba ini. Hingga akhirnya ponsel canggih itu berbunyi. Salah saya kepo, salah saya matanya masih kebangetan normal, sampe bisa baca nama siapa yang muncul di layar ponsel itu. Dia pamit menjauh untuk menjawab telepon itu. Saya hanya mengamati dari tempat saya duduk, membaca garis keras diwajah itu, membaca sorot mata kesal di balik kacamata frameless, membaca gerak bibir dan berusaha menafsirkan.

Beberapa menit kemudian dia kembali, tanpa tendeng aling-aling, dengan senyum khas -kalau lagi mau nyiyirin orang- saya berucap.

"Well, lemme guess... dia lagi nunggu lo di... entah mana, lo bilang gak bisa karena lagi ketemuan sama temen2 lama di luar kota."
"Hah?"
"I'm right. Yes?"

Dia diam, cuma diam lagi. Cuma segitu aja kah? Hah. Kali ini saya benar lagi kan. Tanpa merasa tersakiti saya tersenyum. Mensyukuri diri saya yang memilih kata tidak, mensyukuri diri saya yang sempat berucap: Cowo brengsek cenderung gak ngerasa dirinya brengsek!

Tapi dari semua itu saya juga berpikir, Ohhh how pathetic I Am. Tidak kah tersisa lagi lelaki yang masih memegang kesetiaannya, yang jujur dan mau berbagi sedih dan senang?

*sigh*

5 comments:

  1. The time just has not come yet, dear...

    Pasti ada seseorang sedang menantimu di suatu tempat di sana (entah dimana). Dia lagi nyari lo, tapi belom ketemu. Mungkin usahanya harus dikerasin kali yaa.. #muantoolll

    Semua akan indah pada waktunya. Amiin...

    PS. Sadis banget lu yee... Tp good job!! xDD

    ReplyDelete
  2. Ndu, kadang pengalaman buruk membuat kita jd bengis khan! #eh
    Tipikal cowo kayak gitu cuma bikin buang2 waktu, mesti ditekankan
    hahahaha

    Suatu saat ada yg lebih baik dari pria2 itu ndu, tenang aja. Percaya sm Allah, hehe #nasehatbuatdirisendirijuga :))

    ReplyDelete
  3. Hwoooo mantul oii man-tool...
    Aah gw gak sadis kok, gw hanya sedikit tidak berbaik hati.mwuhehehe
    lagian coba deh dicerna lagi sadisan siapa? :p

    ReplyDelete
  4. bwahahaha iyaah semakin buruk semakin bengis ya? #lho
    yaah makanya gw males mih, wasting time banget. udah gak bisa diharapin -_-

    Hhe percaya sih masih ada cowo baik, cuma harus sabar aja ya kan mih? hhaha

    ReplyDelete
  5. iyaa mesti sabar ya neng nduuu :p

    ReplyDelete